Logo Sinode Diosesan VII Keuskupan Agung Medan (2026–2027) merupakan ikon teologis pastoral yang merangkum jati diri Gereja sebagai Umat Allah (bdk. Lumen Gentium 9) yang berjalan bersama dalam semangat sinodalitas.

Perahu dengan umat beragam melambangkan Gereja peziarah yang inklusif, tanpa mengecualikan siapa pun, sebagaimana ditegaskan Paus Fransiskus: “Sinodalitas adalah jalan yang Allah harapkan dari Gereja pada milenium ketiga” (Pidato, 17 Oktober 2015).

Pohon kehidupan dengan kanopinya menghadirkan Gereja sebagai rumah persekutuan, tempat setiap orang menemukan naungan dan penguatan, sejalan dengan ajaran Santo Yohanes Paulus II bahwa Gereja adalah “rumah dan sekolah persekutuan” (Novo Millennio Ineunte 43).

Api Roh Kudus di puncak pohon menjadi tanda bahwa seluruh proses sinodal ini bukan sekadar dinamika manusiawi, melainkan peristiwa Roh yang menuntun Gereja kepada kebenaran penuh (lih. Yoh 14:26; Kis 2:1–4).

Unsur warna: kuning (kesatuan dengan Takhta Suci), hijau (pertumbuhan dan harapan), merah (kasih dan keberanian), biru (iman dan kedalaman misteri Allah), coklat-oranye (akar bumi dan ekologi integral), putih (kesucian). Unsur warn aini menegaskan bahwa iman umat Gereja KAM harus berakar pada Kristus, setia pada Gereja Universal, sekaligus membumi dalam realitas kehidupan konkret (bdk. Laudato Si’ 139).

Logo ini menghubungkan dua arus besar: Gereja Universal (Sinode Para Uskup 2021–2024 dengan tema Communio, Participatio, Missio dan Gereja KAM dengan semangat Mendengarkan–Meneguhkan–Mewartakan yang dipanggil untuk menjadi Oase Ilahi di tengah dunia.

Logo ini bukan hanya tanda visual, melainkan summarium (ringkasan simbolis) dari panggilan Gereja KAM: menjadi komunitas yang mendengarkan setiap suara, meneguhkan persekutuan yang rapuh, dan mewartakan Kristus dengan penuh sukacita di tengah masyarakat, bangsa, dan dunia.

Jembatan Tema Universal ↔ Tema KAM

Sinode Para Uskup (Universal)Penjelmaan dalam LogoTema KAM
CommunioRing kuning, pohon menaungiMeneguhkan: membangun
persekutuan yang menyembuhkan
ParticipatioSiluet Umat beragam usia dan
kemampuan, perahu yang inklusif
Mendengarkan: setiap suara
dihargai dalam disermen
MissioApi Roh & perahu yang bergerak majuMewartakan: Gereja diutus ke
dunia nyata

Mendengarkan melahirkan partisipasi sejati; yang meneguhkan komunio; komunio mendorong perutusan untuk mewartakan.

Penjelasan Unsur Visual & Makna

Ring Kuning Vatikan
a. Kuning/gold menggemakan warna Bendera Vatikan (kuning–putih) yang menandai kesetiaan pada Takhta Suci serta kesatuan KAM dengan Gereja Universal.
b. Secara simbolik: terang Paskah, sukacita Injil (Evangelii Gaudium), dan kemuliaan Allah yang mengelilingi peziarahan Gereja.
c. Bentuk lingkaran melambangkan keutuhan dan kesatuan, ruang aman untuk berjalan bersama (safe space for conversations in the Spirit).

Tipografi Melingkar “SINODE DIOSESAN VII”
a. Menegaskan identitas perhelatan Sinode ke-7 KAM: kesinambungan sejarah dan kedewasaan Gereja lokal.
b. Penempatan di puncak ring: arah kompas proses — seluruh dinamika pastoral ditempatkan di bawah naungan Sinode.
c. Kontras hitam pada huruf (terhadap ring kuning) memberi kejernihan pesan: ketegasan orientasi dan akuntabilitas publik.

Tahun “2026 – 2027”
Diletakkan kiri & kanan untuk menandai rentang waktu pelaksanaan. Posisi seimbang menegaskan dua hal:
a. Sinode bukan satu acara, melainkan proses berjangka.
b. Kontinuitas: 2026 (mendengar–verifikasi–konsolidasi awal) berlanjut ke 2027 (sintesis–karya komisi–sidang puncak–perutusan).

Teks Bawah “MENDENGARKAN, MENEGUHKAN, MEWARTAKAN”
a. Mendengarkan: membuka telinga hati kepada semua—khususnya yang KLMTD (kecil, lemah, miskin, tersingkir, difabel)—sejalan dengan tahap listening Sinode Para Uskup.
b. Meneguhkan: membangun communio yang menyembuhkan; dukungan rohani–moral–sosial agar umat bertahan menghadapi arus digitalisasi/sekularisasi.
c. Mewartakan: diutus untuk mission—kesaksian Injil yang kreatif, dialogis, dan relevan dengan konteks lokal–nasional.

Perahu
a. melambangkan Gereja yang berlayar dalam ziarah sejarah, menuju kepenuhan Kerajaan Allah.
b. Perahu juga mengingatkan simbol Gereja Perdana: Navis Ecclesiae (kapal Gereja), dengan Kristus sebagai nakhoda dan Roh Kudus sebagai layar angin.
c. Perahu menjadi wadah persaudaraan (communio) dan solidaritas dalam menghadapi gelombang zaman: digitalisasi, pluralitas budaya, krisis ekologi, dan perubahan sosial.
d. Perahu yang bergerak maju: Gereja peziarah, tidak statis; selalu beranjak dari “mendengar” menuju “perutusan”.
e. Warna coklat–oranye (kayu) melambangkan bumi, keutuhan ciptaan, dan realitas konkret kehidupan.

Pohon Kehidupan
a. Pohon tetap berdiri kokoh di atas perahu: menandakan bahwa Gereja tidak berlayar kosong, tetapi membawa kehidupan, harapan, dan iman yang berakar pada Kristus.
b. Pohon juga mengikat tema ekologi integral (Laudato Si’), karena Gereja diutus menjaga ciptaan sambil berziarah dalam sejarah.
c. Akar & batang: berakar pada Kristus bahwa Gereja hidup dari Sabda & Sakramen.
d. Rimbun daun hijau: pertumbuhan iman dan keberagaman budaya Sumatera Utara (Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing, Nias, Jawa, Tionghoa, dll.).
e. Rimbunan Daun Berbentuk Kanopi yang menaungi: Gereja sebagai “rumah dan sekolah persekutuan” (Novo Millennio Ineunte), teduh bagi semua yang datang.
f. Warna hijau melambangkan pertumbuhan iman, harapan, dan keberlanjutan.

Api Roh Kudus di Puncak
a. Tanda Pentakosta: Roh Kudus adalah jiwa sinodalitas: memandu disermen, menyalakan keberanian bermisi.
b. Tiga lidah api (gaya stilisasi) dapat dibaca sebagai gema Trinitas, sumber persekutuan dan tujuan misi.

Siluet Umat yang Beragam
a. seluruh umat berlayar bersama dalam perjalanan sinodal: mendengarkan – meneguhkan – mewartakan.
b. Uskup-Imam-Biarawati-Anak–OMK–dewasa–lansia–disabilitas: no one is excluded. Semua punya suara dan tugas perutusan (bdk. Lumen Gentium; Christus Vivit).
c. Warna beragam: merayakan pluralitas dan kebinekaan. Perbedaan bukan ancaman, melainkan rahmat yang memperkaya komunio.

Ombak Biru
a. Melambangkan dunia yang nyata: keluarga, kampus, kerja, ruang digital, dan ekologi.
b. Warna biru berarti iman, keteduhan, dan kedalaman mister Allah.
c. Mengingatkan panggilan ekologi integral: Laudato Si’ 139.

Teks Tengah “KEUSKUPAN AGUNG MEDAN”
a. Menyatakan identitas lokal: proses universal diterjemahkan di tanah KAM;
b. Sinodalitas bukan abstrak, tetapi dijalankan dalam struktur, budaya, dan tantangan setempat.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini